Profil Daerah Provinsi Kalimantan Selatan

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
(sumber: http://www.kalselprov.go.id)
 

Nama Resmi : Provinsi Kalimantan Selatan
Ibukota : Banjarmnasin
Luas Wilayah : 38.744,23 Km2  *)
Jumlah Penduduk : 4.087.776 Jiwa  *)
Suku bangsa : Suku Banjar, Dayak Bakumpai, Dayak Baraki, Dayak Maanyan, Dayak Lawangan, Dayak Bukit Ngaju, Melayu Jawa, Bugis, Cina dan Arab Keturunan.
Agama : Islam 96,80%; Protestan 28,51%; Katolik 18,12%; Hindu 9,51%; Budha 17,59%.
Wilayah Administrasi : 11 Kabupaten; 2 Kota; 151 Kecamatan; 142 Kelurahan; 1.842 Desa  *)
*) Sumber : Permendagri Nomor 66 Tahun 2011

Sejarah
Bagi Kalimantan Selatan, tanggal 1 Januari 1957 benar-benar merupakan momentum penting dalam sejarahnya, mengingat pada tanggal itu Kalimantan Selatan resmi menjadi Provinsi yang berdiri sendiri di Pulau Kalimantan, bersama-sama dengan Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Kalimantan Barat. Sebelumnya ketiga Provinsi tersebut berada dalam satu Provinsi, yaitu Provinsi Kalimantan.
 
Sebelum menjadi Provinsi yang berdiri sendiri, sesungguhnya Kalimantan Selatan sudah merupakan daerah yang paling menonjol di Pulau Kalimantan, khususnya Kota Banjarmasin yang merupakan pusat kegiatan politik, ekonomi/perdagangan, dan pemerintahan, baik semasa penjajahan maupun pada awal kemerdekaan.
Perkembangan kehidupan pemerintahan dan kenegaraan di daerah Kalimantan Selatan sampai dengan permulaan abad 17 masih sangat kabur karena kurangnya data sejarah. Adanya Hikayat Raja-Raja Banjar dan Hikayat Kotawaringin tidak cukup memberikan gambaran yang pasti mengenai keberadaan Kerajaan-kerajaan tersebut.
 
Namun demikian berdasarkan kedua hikayat tersebut dapat diketahui bahwa pada abad 17 salah satu tokoh yaitu Pangeran Samudera (cucu Maharaja Sukarama) dengan dibantu para Patih bangkit menentang kekuasaan pedalaman Nagara Daha dan menjadikan Bajarmasin di pinggir Sungai Kwin sebagai pusat pemerintahannya (daerah ini disebut Kampung Kraton).
 
Pemberontakan Pangeran Samudera tersebut merupakan pembuka jaman baru dalam sejarah Kalimantan Selatan sekaligus menjadi titik balik dimulainya periode Islam dan berakhirnya jaman Hindu.  Sebab dialah yang menjadi cikal bakal Islam Banjar dan pendiri Kerajaan Banjar.
 
Dalam perkembangan sejarah berikutnya pada Tahun 1859 seorang Bangsawan Banjar yaitu Pangeran Antasari mengerahkan rakyat Kalimantan Selatan untuk melakukan perlawanan terhadap kaum kolonialisme Belanda meskipun akhirnya pada Tahun 1905 perlawanan-perlawanan berhasil ditumpas oleh Belanda.
Kelancaran hubungan dengan Pulau Jawa turut mempengaruhi perkembangan di Kalimantan Selatan. Bertumbuhnya pergerakan-pergerakan kebangsaan di Pulau Jawa dengan cepat menyebar kedaerah Kalimantan Selatan, hal ini tercermin dengan dibentuknya wadah-wadah perjuangan pada Tahun 1912 di Banjarmasin seperti berdirinya Cabang-cabang Sarikat Islam di seluruh Kalimantan Selatan. Seiring dengan itu para pemuda Kalimantan terdorong membentuk Organisasi Kepemudaan yaitu Pemuda Marabahan, Barabai dan lain-lain, yang kemudian pada Tahun 1929 terbentuk Persatuan Pemuda Borneo.
Organisasi-organisasi perjuangan tersebut merupakan wadah untuk menyebarluaskan kesadaran kebangsaan melawan penjajahan Kolonial Belanda.
 
Pada periode pasca Proklamasi Kemerdekaan merupakan momentum yang paling heroik dalam sejarah Kalimantan Selatan, dimana pada tanggal 16 Oktober 1945 dibentuk Badan Perjuangan yang paling radikal yaitu Badan Pemuda Republik Indonesia Kalimantan (BPRIK) yang dipimpin oleh Hadhariyah M. dan A. Ruslan, namun dalam perjalanan selanjutnya gerakan perjuangan ini mengalami hambatan, terutama dengan disepakatinya perjanjian Linggarjati pada tanggal 15 Nopember 1945. Berdasarkan perjanjian ini ruang gerak pemerintah Republik Indonesia menjadi terbatas hanya pada kawasan Pulau Jawa, Madura dan Sumatera sehingga organisasi-organisasi perjuangan di Kalimantan Selatan kehilangan kontak dengan Jakarta, kendati akhirnya pada tahun 1950 menyusul pembubaran Negara Indonesia Timur yang dibentuk oleh kaum kolonial Belanda, maka Kalimantan Selatan kembali menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Republik Indonesia sampai saat ini.
Arti Logo
Lambang daerah Provinsi Kalimantan Selatan adalah "PARISAI" dengan warna dasar merah dan hijau, bergaris sisi dengan warna kuning.
 
Parisai (Perisai), adalah alat penangkis dan bertahan yang melambangkan kewaspadaan mempertahankan diri dari konsekwen.
 
Warna merah, adalah lambang keberanian dan kepahlawanan yang gagah perkasa, menegakkan kebenaran perjuangan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam menuju "masyarakat adil dan makmur' yang diridhoi Allah".
 
Warna Kuning, adalah lambang kesuburan dan harapan bagi Daerah Provinsi Kalimantan Selatan dihari yang akan datang.
Didalam Perisai terdapat lukisan-Iukisan :
 
Bintang berwarna Kuning Emas, adalah lambang Ketuhan Yang Maha Esa dan perlambang keyakinan bahwa Tuhan mengetahui segala-galanya tanpa ada yang tersembunyi bagi-Nya.
 
Rumah berbentuk bangunan spesifik Kalimantan Selatan asli, adalah lambang Suatu unsur kebudayaan yang depat dlbanggakan.
 
Warna Hitam, adalah lambang bahwa penduduk Kalimantan Selatan mempunyai kebulatan tekad dan keunggulan kearah pelaksanaan Pembangun Nasional.
 
Intan, adalah lambang penghasilan Daerah Kalimantan Selatan yang sudah terkenal karena mempunyai mutu dan nilai yang sangat tinggi, yang merupakan pula sumber mata pencaharian penduduk Kalimantan Selatan.
 
Warna Putih berkilap memancar, adalah lambang bahwa penduduk Kalimantan Selatan kalau dipimpin dengan sungguh-sungguh akan sanggup mencapai kecerdasan dan kemajuan serta sanggup pula melaksanakan segala pembangunan menuju pada kemuliaan dan keagungan Bangsa Indonesia.
 
Buah Padi dan Batang Karet, adalah lambang penghasilan dan sumber kehidupan bagi terbesar penduduk Kalimantan Selatan.
 
Buah Padi sebanyak 17 buah, Intan dengan 8 (delapan) pancaran dan Batang Karet sebanyak 1 pohon dengan bergaris 9 yang tersusun 4 disebelah kiri, 5 disebelah kanan. Merupakan susunan angka 17 8 1945 yaitu hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
 
Tulisan berupa "WAJA SAMPAI KAPUTING" adalah lambang bahwa penduduk Kalimantan Selatan telah tekun dalam bekerja melaksanakan segala sesuatu dengan penuh rasa kesanggupan dan konsekwen tanpa berhenti ditengah Jalan.

Nilai Budaya
Kain sasirangan merupakan hasil kerajinan tangan berupa tenun ikat yang menjadi ciri khas Kalimantan Selatan.
Kepercayaan
Dalam system religi orang Banjar, pengaruh kepercayaan yang telah hidup sejak jaman prasejarah, yaitu kepercayaan kaharingan, yang dianut salah satu suku bangsa Bukit Hulu Banyu yang menganggap bahwa kekuasaan atas alam semesta dan segala isinya berada ditangan penguasa tertinggi kehidupan manusia yaitu Nining Baharata.
 

Upacara-upacara Adat
Aruh Ganal, merupakan upacara adat dimana terhimpun masyarakat Banjar diperantauan untuk merumuskan langkah dan kebijaksanaan membangun Banua Banjar.
Bagandut, Bamulut, Madihin, Musih Kintung adalah merupakan kesenian daerah yang menceritakan tentang kehidupan raja-raja Banjar.
Batimung, merupakan upacara adat pengantin Banjar untuk membersihkan badan (semacam sauna). Mandi-mandi adalah acara adat suku Banjar bagi perempuan yang hamil pertama usia 7 bulan.
Badudus merupakan upacara adat berupa mandi bagi keturunan raja Banjar yang akan melangsungkan perkawinan.
Mapanretasi, adalah upacara adat suku Bugis sebagai tanda syukur agar hasil panen ikan tahun berikut lebih baik.
Balian, merupakan upacara adat yang dilakukan suku Dayak bila mengalami musibah besar seperti kematian dan penyembuhan sakit.

Filsafat hidup masyarakat setempat
Badingsanak, artinya etika kehidupan sehari-hari yang rnenunjukkan kesatuan hubungan kekeluargaan.
Pewarangan, artinya antara orang tua pihak suami atau istri.
Ipar, artinya Saudara suami atau istri.
Maruwai, artinya keluarga pihak suami dan istri.


Masyarakat Banjar maupun Kalimantan Selatan menghendaki adanya musyawarah untuk mufakat dalam merumuskan kebijakan dengan motto
Lamun Tanah Banyu Kahada dilincai Urang, Jangan Bacakut Papadaan, artinya jika tanah air tidak ingin dijajah orang, jangan bertengkar diantara kita.
 

Untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan masyarakat mengenal motto
Haram Manyarah, Waja Sampai Kaputing, artinya perjuangan yang tidak mengenal menyerah, dengan tekad baja hingga akhir.
Badalas Pagat Urat Gulu, Amun Manyarah Kahada, artinya biar putus urat leher, tidak akan pernah menyerah.

Comments

Popular posts from this blog

Figur K.H. Asmuni (Guru Danau) Amuntai

Makam Para Ulama Aulia Habaib Kab. Hulu Sungai Selatan

Manaqib KH. Anang Sya'rani Arif Al-Banjari