Tatanjuk (Tutujah, Asak) Alat Pertanian Orang Suku Banjar

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
aluhlangkar.blogspot.com/2008/10/ini-cerita-waktu-aku-terjun-ke-lapangan.html
Tatanjuk merupakan alat pertanian tradisional yang digunakan oleh masyarakat Banjar di wilayah Kalimantan Selatan. Alat ini digunakan untuk membuat lubang di tanah yang selanjutnya akan ditanami bibit padi. Tatanjuk digunakan pada lahan pertanian baik di dataran tinggi maupun dataran rendah.
Lahan pertanian berupa sawah dapat dibagi menjadi dua berdasarkan kondisi tinggi rendahnya dataran, yaitu sawah dataran tinggi dan sawah dataran rendah (Agus Triatno, ed. 1991/1992: 19). Perbedaan ketinggian di antara kedua lahan pertanian tersebut berpengaruh terhadap cara para petani menggarap sawah dan jenis peralatan yang digunakan.
Peralatan tatanjuk digunakan secara luas oleh masyarakat Banjar Batang Banyu di kawasan Hulu Sungai hingga saat ini. Ada sebagian masyarakat yang menyebut peralatan ini “tutujah” sementara sebagian yang lain memberikan nama “asak” (Ikhlas Budi Prayogo, 1998/1999: 11). Tatanjuk mempunyai fungsi sama dengan tutugal atau tugal dalam bahasa Indonesia. Kamus Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2008: 1552) mengartikan “tugal” sebagai tongkat kayu yang runcing untuk membuat lubang yang akan ditanami benih.
Bentuk dan cara penggunaan tatanjuk dan tutujah berbeda meskipun keduanya mempunyai fungsi yang serupa. Tutujah berupa batangan kayu sebesar genggaman tangan orang dewasa yang lurus dan bundar. Panjang alat ini antara 50 cm hingga 70 cm. Sementara itu, tatanjuk berukuran lebih pendek, sekitar 50 sampai 60 cm. Bentuk tatanjuk pun lebih variatif. Variasi bentuk tatanjuk pada umumnya terletak pada bagian hulu tatanjuk yang menjadi pegangan. Bentuk bagian ini pula yang menjadi dasar penamaan masing-masing tatanjuk, misalnya Tatanjuk Burung, Tatanjuk Wayang, Tatanjuk Purus “T”, Tatanjuk Ayam, dan sebagainya.
Bentuk dasar atau pola dasar tatanjuk sebenarnya sederhana. Peralatan ini hanya berupa batang kayu bundar yang bengkok atau dibengkokkan di bagian hulunya dan diruncingkan pada bagian ujungnya. Tatanjuk dengan bentuk seperti ini paling mudah dibuat karena tidak terlalu rumit dan tidak membutuhkan kecermatan yang tinggi dari pembuatnya. Tentu saja tatanjuk tampak kurang bernilai jika diukur dari nilai seni, kreativitas, dan keindahan.
Bentuk dasar tatanjuk, yang hanya seperti kayu bengkok itu, kemudian berkembang berbagai macam bentuk tatanjuk. Perkembangan bentuk tatanjuk dipengaruhi oleh budaya masyarakat setempat. <<selengkapnya>>

Comments

Popular posts from this blog

Figur K.H. Asmuni (Guru Danau) Amuntai

Makam Para Ulama Aulia Habaib Kab. Hulu Sungai Selatan

Manaqib KH. Anang Sya'rani Arif Al-Banjari